Bandar Lampung, RD
Tim Kuasa Hukum Ketua DPD Partai Demokrat Provinsi Lampung, sebagai Tergugat dalam perkara Perdata Nomor : 188/Pdt.G/2022/PN.Tjk
meminta kepada Pengadilan Tinggi Tanjungkarang untuk mensupervisi perkara ini agar tetap sesuai dengan Hukum Acara dan ketentuan hukum yang ada. Mereka juga akan berkoordinasi dengan dan meminta kepada Komisi Yudisial (KY) agar terlibat aktif dan memantau jalannya persidangan demi tercapainya keadilan.
Demikian diungkapkan Ali Akbar, salah seorang Anggota Tim Kuasa Hukum, kepada media.
Pasalnya, Tim menilai adanya Disenting Opinion yang dilakukan oleh Majelis Hakim yang memeriksa perkara a quo yang dilakukan secara terbuka di dalam ruang sidang.
“Ini menunjukan kepada publik adanya ketidak kompakan Majelis Hakim terutama mengenai kompetensi absolut yang telah diajukan dalam eksepsi pada persidangan sebelumnya,” ujar Ali.
“Majelis terlihat gamang, menurut hukum acara perdata, seharusnya apabila ada eksepsi kewenangan absolut atau relatif maka Majelis harus membuat putusan sela sebelum agenda sidang masuk ke tahap pembuktian,” imbuhnya.
Saat sidang sudah masuk ke tahap pembuktian, Majelis Hakim beralasan bahwa perkara tersebut bukan menyangkut kompetensi absolut dikarenakan kewenangan Pengadilan Negeri Tanjungkarang merupakan salah satu dari 4 pilar badan peradilan.
“Dan seperti telah kami sampaikan dalam eksepsi kami, bahwa kami menilai perkara yang sedang diperiksa adalah menyangkut masalah sengketa internal partai politik, dan menurut UU Parpol masalah internal partai harus diselesaikan dahulu oleh Mahkamah Partai,” tandasnya.
Dijelaskan, dalam Undang-Undang No 2 Tahun 2008 Jo Undang-Undang No 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik, dalam pasal 32 ayat (2) menyatakan bahwa penyelesaian perselisihan internal partai politik sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) dilakukan oleh suatu mahkamah partai politik atau sebutan lain yang dibentuk oleh partai politik.
Dan sesuai Undang-Undang No 2 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik, setiap partai mempunyai mahkamah partai atau sebutan lain sesuai AD dan ART partai tersebut.
“Hal ini diperkuat oleh AD/ART Partai Demokrat, bahwa DPP (Dewan Pimpinan Pusat)
Partai Demokrat memiliki kewenangan untuk memutuskan pergantian kader partai yang ditugaskan menjadi pimpinan DPRD. Bahwa DPD (Dewan Pimpinan Daerah) berhak untuk mengusulkan pergantian tersebut kepada Dewan Pimpinan Pusat (DPP),” urainya.
“Penggugat mengajukan gugatan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) ke PN Tjk, sebagai kader partai politik yang tidak puas dengan keputusan partainya,” kata dia.
“Jadi jelas sengketa ini bukan sengketa perorangan, ini adalah sengketa internal partai yang harus diselesaikan terlebih dahulu di Mahkamah Partai,” tegasnya.
Diketahui, Ketua Majelis Hakim saat sidang perdana perkara ini menyampaikan dalam sidang, bahwa ini merupakan sengketa internal partai politik, maka tidak ditunjuk hakim mediasi dikarenakan perkara tersebut harus selesai dalam waktu 60 hari.
“Kami melihat bahwa yang dimaksud oleh ketua majelis hakim dengan melanjutkan perkara dengan agenda pembuktian itu dapat kami maknai bahwa apa yang disampaikan tersebut adalah putusan sela yang dibacakan secara lisan, dan tentu itu tidak lazim dalam hukum acara persidangan,” terangnya.
Seharusnya, sambung dia, putusan itu, apapun bentuknya harus tertulis.
“Dan ada nomor putusannya dan dibacakan secara khusus dalam agenda putusan sela,” pungkas Ali yang juga mantan Ketua PRD Lampung ini. (rls)
Komentar