oleh

Satu Persatu Kebohongan Tata Kelola YPS Terkuak, Mantan Karyawan yang Selama ini Terintimidasi dan Terdzolimi Mulai Berani Bersuara

Ranahdaerah.id

Bandar Lampung, RD – Mantan Dosen Tetap Yayasan Universitas Saburai, Dr. Slamet, MM, akhirnya angkat bicara terkait kondisi terkini kampus dan tata kelola Yayasan Pendidikan Saburai (YPS).

Ia menyebut klaim bahwa YPS telah menjalankan pengelolaan yayasan dengan baik hanyalah isapan jempol belaka.

Menurut Dr. Slamet, situasi kampus saat ini justru mencerminkan belum adanya sterilisasi yang menyeluruh dan benar dalam manajemen internal.

“Posisi-posisi strategis masih dipegang oleh pihak-pihak yang memiliki kepentingan, bukan oleh orang-orang yang memang ahli di bidangnya,” ujarnya, pada Selasa, 29/7/2025.

Ia menambahkan bahwa tanggung jawab belum diberikan kepada tenaga profesional karena adanya tekanan dan hutang budi.

“Bukan karena masalah kemampuan atau keterampilan,” tegasnya.

Ia juga menyoroti proses pemilihan orang-orang yang menduduki jabatan penting di kampus, mulai dari pengurus yayasan, ketua yayasan, hingga jajaran di bawahnya.

“Pemilihan dilakukan berdasarkan pilihan subyektif. Mereka dianggap layak menurut pandangan internal, tapi bukan berdasarkan pertimbangan dari pelaku atau praktisi pendidikan yang paham betul tentang dunia pendidikan,” ujarnya.

Dr. Slamet menyampaikan contoh konkret bagaimana seorang pegawai yang memiliki kinerja baik justru ditempatkan di posisi yang tidak relevan dan tidak produktif.

“Ia memang tidak diberhentikan, tetapi ditempatkan di tempat yang membuatnya seperti diberhentikan secara tidak langsung. Akhirnya, ia memilih menjalankan usaha sendiri dan hanya menerima penghasilan sekitar Rp400.000 dari pekerjaannya di kampus,” katanya.

Saat ini, pegawai tersebut menjalankan usaha transportasi dengan armada bus dan mobil pickup.

“Penghasilannya kini minimal Rp500.000 per hari, bahkan pernah mencapai lebih dari Rp1 juta. Padahal sebelumnya gajinya di kampus hanya Rp1,5 juta hingga Rp2 juta per bulan, sementara ia punya tiga anak,” ungkapnya.

Lebih jauh, Dr. Slamet mengkritisi proses pengambilan keputusan di kampus yang menurutnya tidak berdasarkan prinsip profesionalitas.

Baginya, masalah yang lebih mendesak bukan peningkatan akreditasi, tapi justru mengembalikan akreditasi ke posisi sebelumnya.

“Kalau meningkatkan berarti dari peringkat dua ke satu. Tapi sekarang ini perlu pemulihan dulu. Boro-boro meningkat, mengembalikan saja sudah berat,” katanya.

Ia meyakini bahwa pemulihan akreditasi sangat penting agar kepercayaan publik bisa kembali tumbuh.

Dr. Slamet juga menyoroti kondisi fisik kampus yang menurutnya memberi kesan tidak terawat.

“Mulai dari pintu masuk, warna bangunan sudah kusam. Kampus ini seperti rumah yang ditinggal mati oleh pemiliknya,” ujarnya.

Menurutnya, seluruh kondisi ini mencerminkan situasi dalam empat hingga lima tahun terakhir. Baik yang dialami oleh individu maupun lembaga secara keseluruhan.

Ia menilai klaim yang disampaikan pihak yayasan melalui media online beberapa waktu lalu hanyalah upaya membangun narasi kosong.

“Klaim itu terbukti hanya isapan jempol belaka. Karena baru saja terjadi lagi pemecatan sepihak, tanpa prosedur yang semestinya, serta tanpa pemenuhan hak-hak saya sebagai Dosen Tetap Yayasan,” ungkap Dr. Slamet.

Ia menyebut dirinya diberhentikan secara sepihak dari jabatan Dosen Tetap Prodi Magister Manajemen Universitas Saburai berdasarkan SK Ketua Pengurus Yayasan Pendidikan Saburai Nomor 35/KPTS/YPS/V/2025 tertanggal 14 Mei 2025.

Dalam SK tersebut, yang ditandatangani oleh H. Ahmad Bastari, S.Sos, MM, tidak tercantum landasan yuridis sebagai legal standing Ketua Pengurus Yayasan secara definitif.

Sementara itu, Gustaf Gautama, salah satu pemohon audit terhadap Yayasan Saburai, menyatakan bahwa semua kondisi yang terjadi merupakan refleksi dari situasi empat hingga lima tahun terakhir.

“Baik yang dialami individu maupun lembaga, semuanya mencerminkan ketidaktertiban dan degradasi manajemen. Refleksi terhadap seluruh perjalanan tersebut perlu dilakukan secara serius untuk membangun kembali arah dan masa depan kampus,” ujarnya, saat di konfirmasi media ini.

Tak hanya itu, Gustaf juga mengungkap kebobrokan sistem pemberian gaji di lingkungan Yayasan Pendidikan Saburai.

Ia mengatakan pihaknya telah menerima berbagai laporan dan bukti bahwa gaji karyawan banyak yang belum dibayarkan secara utuh, bahkan dicicil tanpa kejelasan waktu.

“Kami mendapat laporan bahwa banyak karyawan tidak menerima gaji secara penuh. Gaji mereka sering dicicil dan kerap tertunda. Anehnya, kondisi ini sudah menjadi hal yang lumrah di kampus,” ungkap Gustaf.

Ia menambahkan, saksi kunci mereka juga menyampaikan bahwa Yayasan Saburai kerap mengalami kesulitan keuangan hingga mengalami defisit, meskipun tidak ada pembangunan fisik kampus maupun program beasiswa untuk dosen dan belanja akademik lainnya.

“Ini jelas bertolak belakang dengan pernyataan rektor yang bilang semuanya baik-baik saja. Padahal kenyataannya, dana gaji dan honor dosen seret, ditunda-tunda, dan bahkan ketika dibayar pun dicicil selama berbulan-bulan,” tegasnya.

Gustaf juga menyebut bahwa pemecatan terhadap Dr. Slamet menjadi bukti bahwa klaim manajemen yayasan yang baik tidak sesuai dengan kenyataan.

“Klaim yang disampaikan melalui berita online beberapa waktu lalu terbukti hanya isapan jempol. Terjadi lagi pemecatan sepihak dan tanpa prosedur yang semestinya serta tanpa pemenuhan hak-hak Dr. Slamet sebagai Dosen Tetap Yayasan,” katanya.

Dr. Slamet diketahui diberhentikan secara sepihak dari jabatan DTY Prodi Magister Manajemen Universitas Saburai berdasarkan SK Ketua Pengurus Yayasan Pendidikan Saburai No. 35/KPTS/YPS/V/2025 tertanggal 14 Mei 2025. SK tersebut ditandatangani oleh H. Ahmad Bastari, S.Sos., MM, yang menurut Gustaf tidak mencantumkan landasan yuridis sebagai legal standing Ketua Pengurus Yayasan secara definitif.

“Inilah yang kami maksudkan dalam permohonan audit keuangan dan hukum (administrasi) kami di Pengadilan Negeri Tanjungkarang,” jelasnya.

Menurutnya, tata kelola yayasan yang tidak tertib dan terkesan ugal-ugalan ini bukan hanya terjadi sekali, tetapi terus berulang.

“Kebohongan demi kebohongan yang terus bergulir dan dituduhkan kepada kami (Pemohon) nyata-nyata merupakan upaya pengalihan isu publik. Justru sebaliknya, pihak yayasanlah yang terus berbohong untuk menutupi kebohongan yang dilakukan sebelumnya,” tegasnya.

Ia menyebut, kini satu per satu pihak korban dari tata kelola yang sewenang-wenang di tubuh Yayasan Pendidikan Saburai mulai berani bersuara.

“Satu per satu mulai berani speak up,” tandasnya.(Jim)

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

− 3 = 5